Break dari Duniawi, Fokus ke Ilahi – Kegiatan Resmi Libur (Khataman)

Dusun Tembelang Kulon – Suasana khidmat dan meriah terasa menyatu di pelataran balai dusun saat seluruh warga berkumpul dalam acara penutupan kegiatan menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Seperti tradisi yang telah mengakar kuat, segala kegiatan harian—mulai dari rutinitas komunitas, pertemuan organisasi, hingga kegiatan kesenian—secara resmi dihentikan sementara demi menyambut bulan penuh berkah dengan hati yang bersih dan tenang.

Namun, penutupan ini bukan dilakukan dalam keheningan. Justru, warga Dusun Tembelang Kulon mengemasnya dalam sebuah pengajian akbar yang disusul oleh pentas seni jantilan, sebagai bentuk syukur dan ungkapan budaya yang tetap membumi.

Pengajian: Meninggikan Ruhani, Membersihkan Hati

Acara dibuka dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, dilanjutkan dengan pengajian yang menghadirkan ustaz kondang dari daerah sekitar. Dalam tausiyahnya, sang ustaz mengajak warga untuk menyambut Ramadan dengan memperbanyak amal, meninggalkan segala bentuk kesibukan duniawi yang tak penting, serta mempererat silaturahmi antar sesama.

pra latihan

Tangis haru pun tak jarang pecah saat para jamaah merenungi makna taubat dan pembersihan jiwa menjelang Ramadan. Inilah momen di mana warga bersama-sama menyucikan hati, agar bulan puasa nanti dijalani dengan niat dan semangat yang lebih kuat.

Acara ditutup dengan doa bersama, memohon agar Ramadan tahun ini membawa kedamaian, keberkahan, dan kemajuan untuk seluruh warga. Meski kegiatan akan berhenti sementara, namun semangat gotong royong dan persaudaraan justru semakin hidup menjelang bulan puasa.

Pentas Seni Jantilan: Tradisi yang Tetap Hidup

Usai pengajian, suasana berubah menjadi semarak. Lampu-lampu dinyalakan, gamelan mulai ditabuh, dan para penari jantilan memasuki arena dengan kostum warna-warni yang mencolok. Musik pengiring mengalun dinamis, memanggil jiwa-jiwa tradisi yang selama ini tumbuh dalam darah masyarakat.


Pentas seni jantilan bukan hanya hiburan—ia adalah cerminan kekayaan budaya yang tetap dijaga, bahkan di tengah nuansa religi yang kental. Gerakan para penari yang trance dan penuh semangat, dikawal oleh pawang dan sesepuh desa, menjadi simbol keterhubungan antara dunia nyata dan spiritual. Sebuah pengingat bahwa nilai-nilai leluhur dan iman bisa berdampingan dengan harmonis.



Dalam momen seperti inilah, kita menyadari bahwa tradisi dan agama bukan dua kutub yang saling menjauh. Justru, keduanya saling menyempurnakan—menghidupkan ruang spiritual sekaligus memperkuat identitas budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar